KADO ISTIMEWA

Sabtu, 13 Februari 2016


Alhamdulillah, pada akhirnya saya benar-benar berhijab. Dengan hati yang mantap saya beranikan diri untuk berjalan keluar rumah mengenakan penutup kepala yang menutupi seluruh rambut saya. Sudah lebih dari sebulan ini saya memakainya lebih tepatnya awal tahun 2016, dan.. luar biasa, entah kalimat apa lagi yang mampu saya ungkapkan, mengambil “kado istimewa” dan berkah yang luar biasa, yang insyaallah tetap istiqamah di jalan-Nya.

Dari berbagai macam pertanyaan, keraguan, akhirnya saya temukan satu jawaban yang memang cukup mengena dihati. Hidup itu bukan untuk menjadi yang sempurna tetapi berusaha untuk menjadi yang lebih baik, karna sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah. Mungkin bagi seorang wanita muslim yang belum berhijab sangatlah susah jika disuruh memilih memakai hijab terus hingga mereka kembali pada-Nya atau menunggu hingga “siap”. Lalu pertanyannya adalah sampai kapan? Ini yang terjadi kepada saya.

Sebenarnya memakai hijab sudah ada di benak saya sejak dulu. Namun takut jika tidak konsisten dalam pilihan yang menurut saya itu adalah suatu keputusan yang sangat besar, hal ini selalu menjadi penghambat saya untuk berhijab, dan bukan hanya itu tapi saya beranggapan bahwa orang yang telah behijab adalah orang yang sudah baik seperti hati, sikap, sifat, perkataan, perbuatan. ini mungkin alasan banyak para remaja muslimah untuk tidak berhijab karna masih banyak yang harus “dibersihkan”, alasan-alasan ini yang menjadi penghambat saya untuk berhijab.

Namun seseorang pernah berkata kepada saya bahwa “Hijab itu seperti seragam di sekolah” aturan sekolah untuk siswanya memakai seragam sesuai yang ditentukan. Hijab itu seperti seragam, ada yang memakainya sesuai peraturan namun ada juga sebaliknya, tapi itu adalah suatu kewajiban bagi siswanya.

Ini yang mulai jadi pertimbangan saya, lalu kapan saya mulai memakai seragam-Nya? Setelah saya menikah? Itupun jikalau umur masih diberikan oleh-Nya, kalau tidak? Apakah saya akan meninggal disaat belum berhijab? Lalu aurat saya ditutup bukan lagi oleh hijab, melaiinkan kain kafan? Lalu satu kalimat yang meyakinkan saya untuk segera berhijab  “Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416).

Kemudian seiring saya mencari tau lebih dalam soal hijab, ada yang mengatakan kepada saya dan membuat saya berfikir ini saatnya saya untuk berhijab, yaitu “kita (perempuan) itu akan menjadi tanggungan ayah kita nanti diakhirat bagi anaknya yang tidak menutup aurat” ini yang seperti menampar saya bahwa saya harus berhijab, saya tidak mau menyusahkan bapak di akhirat....

Berhijab bukan hanya sebuah identitas untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang muslimah. Tetapi hijab adalah suatu bentuk ketaatanmu kepada Allah Ta’ala, selain shalat, puasa, dan ibadah lain yang telah engkau kerjakan. Hijab juga merupakan konsekuensi nyata dari seorang wanita yang menyatakan bahwa dia telah beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, hijab juga merupakan lambang kehormatan, kesucian, rasa malu, dan kecemburuan. Dan semua itu Allah jadikan baik untuk kita para wanita muslim. Tidakkah terketuk dengan kasih sayang Rabb kita yang tiada duanya ini?

Inilah sepenggal kisah dan pengalaman saya dalam berhijab, terimakasih buat Mama saya, Mas Dimas yang mengajari bahwa berhijab bukanlan suruhan dari orang lain atau suruhan dari orang yang kita sukai, Mas Ares yang luar biasa atas pencerahan dan teman diskusi yang baik soal apapun, Oncom (Maulidia) sahabat ku, Caca, dan orang-orang terdekat saya yang mengajari tentang kewajiban dan indahnya berhijab.